Ketua DPRD Banjarmasin, Iwan Rusmali dan Wakil Ketua DPRD Banjarmasin, Andi Effendi, diduga menerima suap senilai Rp 150 juta. Kata Wakil Ke...
Ketua DPRD Banjarmasin, Iwan Rusmali dan Wakil Ketua DPRD Banjarmasin, Andi Effendi, diduga menerima suap senilai Rp 150 juta. Kata Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata.
Untuk memuluskan persetujuan Raperda penyertaan modal Pemkot Banjarmasin sebesar Rp 50,5 miliar, mereka melakukan suap dan diberikan ke pihak Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Bandarmasin, Kota Banjarmasin.
KPK menetapkan Iwan dan Andi sebagai tersangka penerima suap. dan juga ada dua orang dari PDAM Bandarmasin yaitu Manajer Keuangan Trensis dan Dirut PDAM Bandarmasin Muslih sebagai tersangka pemberi suap.
Hal ini disapaikan oleh Alex Marwata, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam konferensi pers terkait operasi tangkap tangan ( OTT) yang dilakukan di Banjarmasin, di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (15/9/2017). OTT dilakukan pada Kamis (14/9/2017).
KPK mengamankan barang bukti operasi tangkap tangan (OTT) sejumlah Rp 48 juta.
Pasal yang disangkakan kepada kedua tersangka tersebut mengatur tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Sedangkan untuk pihak yang diduga memberikan suap, Manajer Keuangan Trensis dan Dirut PDAM Bandarmasin Muslih disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat-1 ke-1 KUHP.
Pasal yang disangkakan kepada kedua tersangka pemberi suap tersebut mengatur soal memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.
Ancaman hukuman untuk kasus ini, minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta.
Alexander Marwata |
KPK menetapkan Iwan dan Andi sebagai tersangka penerima suap. dan juga ada dua orang dari PDAM Bandarmasin yaitu Manajer Keuangan Trensis dan Dirut PDAM Bandarmasin Muslih sebagai tersangka pemberi suap.
Hal ini disapaikan oleh Alex Marwata, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam konferensi pers terkait operasi tangkap tangan ( OTT) yang dilakukan di Banjarmasin, di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (15/9/2017). OTT dilakukan pada Kamis (14/9/2017).
KPK mengamankan barang bukti operasi tangkap tangan (OTT) sejumlah Rp 48 juta.
"Rp 48 juta uang tersebut diduga bagian dari uang Rp 150 juta yang diterima Dirut PDAM dari pihak rekanan yang telah dibagi-bagikan kepada anggota DPRD Kota Banjarmasin," kata Alex Marwata.Alex Marwata juga mengatakan, sebagai pihak yang diduga menerima suap, Iwan dan Andi disangkakan telah melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal yang disangkakan kepada kedua tersangka tersebut mengatur tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Sedangkan untuk pihak yang diduga memberikan suap, Manajer Keuangan Trensis dan Dirut PDAM Bandarmasin Muslih disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat-1 ke-1 KUHP.
Pasal yang disangkakan kepada kedua tersangka pemberi suap tersebut mengatur soal memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.
Ancaman hukuman untuk kasus ini, minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta.
COMMENTS